Oleh Sheikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan
Penyimpangan dari akidah yang benar adalah kehancuran dan kesesatan karena aqidah yang benar merupakan motivator utama bagi amal yang bermanfaat.
Tanpa akidah yang benar, seseorang akan menjadi mangsa bagi persangkaan dan keragu-raguan yang lama-kelamaan mungkin menumpuk dan menghalangi dari pandangan yang benar terhadap jalan hidup kebahagiaan, sehingga hidupnya terasa sempit lalu ia ingin terbebas dari kesempitan tersebut dengan menyudahi hidup, sekalipun dengan bunuh diri, sebagaimana yang terjadi pada banyak orang yang telah kehilangan hidayah aqidah yang benar. Masyarakat yang tidak dipimpin oleh akidah yang benar merupakan masyarakat bahimi (hewani), tidak memiliki prinsip-prinsip hidup bahagia, sekalipun mereka bergelimang materi tetapi terkadang justru sering menyeret mereka pada kehancuran, sebagaimana yang kita lihat pada masyarakat jahiliyah karena sesungguhnya kekayaan materi memerlukan taujih (pengarahan) dalam penggunaannya dan tidak ada pemberi arahan yang benar kecuali akidah yang benar.
Allah berfirman,
“Hai rasul-rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik, dan kerjakanlah amal yang shalih,” (QS Al-Mu’minuun: 51).
“Dan sesungguhnya telah Kami berikan kepada Dawud kurnia dari Kami. Kami berfirman, ‘Hai gunung-gunung dan burung-burung, bertasbihlah berulang-ulang bersama Dawud,’ dan Kami telah melunakkan besi untuknya, (yaitu) buatlah baju besi yang besar-besar dan ukurlah anyamannya, dan kerjakanlah amalan yang shalih. Sesungguhnya Aku melihat apa yang kamu kerjakan,” (QS Saba: 10-11).
Maka kekuatan aqidah tidak boleh dipisahkan dari kekuatan madiyah (materi). Jika hal itu dilakukan dengan menyelewengkan kepada akidah batil, maka kekuatan materi akan berubah menjadi sarana penghancur dan alat perusak, seperti yang terjadi di negara-negara kafir yang memiliki materi, tetapi tidak memiliki akidah yang benar dan lurus.
Sebab-sebab penyimpangan dari akidah shahihah yang harus kita ketahui yaitu:
1. Kebodohan terhadap akidah shahihah, karena tidak mau (enggan) mempelajari dan mengajarkannya, atau karena kurangnya perhatian terhadapnya, sehingga tumbuh suatu generasi yang tidak mengenal akidah shahihah dan juga tidak mengetahui lawan atau kawan. Akibatnya, mereka meyakini sesuatu yang haq sebagai sesuatu yang batil dan yang batil dianggap sebagai haq. Sebagaimana yang pernah dikatakan oleh Umar bin Khattab:
“Sesungguhnya ikatan simpul Islam akan pudar satu demi satu, manakala di dalam Islam terhadap orang yang tumbuh tanpa mengenal kejahiliyahan.”
2. Ta’ashub (Fanatik) kepada sesuatu yang diwarisi dari bapak dan nenek moyangnya, sekalipun hal itu batil dan mencampakkan apa yang menyalahinya, sekalipun hal itu benar. Sebagaimana firman Allah:
“Dan apabila dikatakan kepada mereka, ‘Ikutlah apa yang telah diturunkan Allah,’ mereka menjawab, ‘Tidak! Tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari perbuatan nenek moyang kami.’ Apakah mereka akan mengikuti juga, walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui sesuatu apa pun, dan tidak mendapat petunjuk?” (QS Al-Baqarah: 170).
3. Taklid buta, dengan mengambil pendapat manusia dalam masalah akidah tanpa mengetahui dalilnya dan tanpa menyelidiki seberapa jauh kebenarannya, sebagaimana yang terjadi pada golongan-golongan mu’tazilah, jahmiyah, dan lainnya. Mereka bertaklid kepada orang-orang sebelum mereka dari para pemimpin yang sesat, sehingga mereka juga sesat, dan jauh dari akidah yang benar.
4. Ghuluw (berlebihan) dalam mencintai para wali dan orang-orang shalih, serta mengangkat mereka di atas derajat yang semestinya, sehingga meyakini pada diri mereka sesuatu yang tidak mampu dilakukan kecuali oleh Allah, baik berupa mendatangkan kemanfaatan maupun menolak kemudharatan, juga menjadikan para wali itu sebagai perantara antara Allah dan Makhluk-Nya, sehingga sampai pada tingkat penyembahan para wali tersebut dan bukan menyembah Allah. Mereka bertaqarrub kepada kuburan para wali itu dengan hewan qurban, nadzar, doa, istighatsah, dan meminta pertolongan. Sebagaimana yang terjadi pada kaum Nabi Nuh terhadap orang-orang shalih mereka berkata,
“Jangan sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan kamu dan jangan pula kamu meninggalkan penyembahan Wadd, dan jangan pula Suwa’, Yaghuts, Ya’uq, dan nasr,” (QS Nuh: 23).
Dan demikianlah yang terjadi pada para pengagung kuburan di berbagai negara sekarang ini.
5. Ghaflah (lalai) terhadap perenungan ayat-ayat Allah yang terhampar di jagat raya ini (ayat-ayat kauniyah) dan ayat-ayat Allah yang tertuang dalam kitab-Nya (ayat-ayat Quraniyah). Di samping itu, juga terbuat dengan hasil-hasil teknologi dan kebudayaan, sampai-sampai mengira bahwa itu semua adalah hasil kreasi manusia semata, sehingga mereka mengagung-agungkan manusia serta menisbathkan seluruh kemajuan ini kepada jerih payah dan penemuan-penemuan manusia semata sebagaimana kesombongan Qarun yang mengatakan,
“Sesungguhnya aku hanya diberi harta itu, karena ilmu yang ada padaku,” (QS Al-Qashsh: 78).
Dan sebagaimana perkataan orang lain yang juga sombong:
“Ini adalah hakku...” (QS Fushilat: 50).
“Sesungguhnya aku diberi nikmat ini hanyalah karena kepintaranku,” (QS Az-Zumar: 49).
Mereka tidak berpikir dan tidak pula melihat keagungan Tuhan yang telah menciptakan alam ini dan yang telah menimbun berbagai macam keistimewaan di dalamnya. Juga yang telah menciptakan manusia lengkap dengan bekal keahlian dan kemampuan guna menemukan keistimewaan-keistimewaan alam serta memfungsikannya demi kepentingan manusia,
“Padahal Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu,” (QS Ash-Shaffat: 96).
“Dan apakah mereka tidak memperhatikan kerajaan langit dan bumi dan segala sesuatu yang diciptakan Allah...” (QS Al-A’raf: 185).
"Allah-lah yang Telah menciptakan langit dan bumi dan menurunkan air hujan dari langit, Kemudian dia mengeluarkan dengan air hujan itu berbagai buah-buahan menjadi rezki untukmu; dan dia Telah menundukkan bahtera bagimu supaya bahtera itu, berlayar di lautan dengan kehendak-Nya, dan dia Telah menundukkan (pula) bagimu sungai-sungai. Dan dia Telah menundukkan (pula) bagimu matahari dan bulan yang terus menerus beredar (dalam orbitnya); dan Telah menundukkan bagimu malam dan siang. Dan dia Telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dan segala apa yang kamu mohonkan kepadanya. dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya. Sesungguhnya manusia itu, sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah),” (QS Ibrahim: 32-34).
6. Pada umumnya rumah tangga sekarang ini kosong dari pengarahan yang benar (menurut Islam). Padahal, Rasulullah telah bersabda:
“Setiap bayi itu dilahirkan atas dasar fitrah. Maka kedua orangtuanyalah yang kemudian membuatnya menjadi Yahudi, Nasrani, atau Majusi,” (HR Bukhari).
Jadi, orang tua mempunya peranan besar dalam meluruskan jalan hidup anak-anaknya.
7. Enggannya media pendidikan dan media informasi melaksanakan tugasnya. Kurikulum pendidikan kebanyakan tidak memberikan perhatian yang cukup terhadap pendidikan agama Islam, bahkan ada yang tidak peduli sama sekali. Sedangkan media informasi baik media cetak maupun elektronik berubah menjadi sarana peghancur dan perusak, atau paling tidak hanya memfokuskan pada hal-hal yang bersifat materi dan hiburan semata, tidak memperhatikan hal-hal yang dapat meluruskan moral dan menanamkan akidah serta menangkis aliran-aliran sesat. Dari sini muncullah generasi yang telanjang tanpa senjata, yang tidak berdaya di hadapan pasukan kekufuran yang lengkap persenjataannya.
Cara-cara Menanggulangi Penyimpangan Akidah
Cara menaggulangi penyimpangan di atas teringkas dalam poin-poin berikut ini:
1. Kembali kepada Kitabullah dan Sunnah Rasulullah untuk mengambil akidah yang benar dan lurus. Sebagaimana para salaf shalih mengambil aqidah mereka dari keduanya. Tidak akan dapat memperbaiki akhir umat ini kecuali dengan apa yang telah memperbaiki umat pendahulunya. Juga dengan mengkaji aqidah golongan sesat dan mengenal syubhat-syubhat mereka untuk kita bantah dan kita waspadai, karena siapa yang tidak mengenal keburukan, ia dikhawatirkan terperosok ke dalamnya.
2. Memberi perhatian pada pengajaran akidah yang lurus berdasarkan aqidah para salah, di berbagai jenjang pendidikan. Memberi jam pelajaran yang cukup serta mengadakan evaluasi yang ketat dalam menyajikan materi ini.
3. Harus ditetapkan kita-kitab salaf yang bersih sebagai materi pelajaran. Sedangkan kita-kitab kelompok yang menyimpang harus dijauhkan.
4. Menyebar para da’i yang meluruskan akidah umat Islam dengan mengajarkan akidah salaf serta menjawab dan menolak seluruh akidah batil. Wallahu’alam bish shawwab.