Sebagaimana moda transportasi pada umumnya yang memiliki kelas-kelas tertentu seperti ekonomi, patas, eksekutif dan VIP, pun demikian
dengan surga yang ternyata juga memiliki banyak tingkatan-tingkatan.
Ketika menjelaskan hadist:
يُقَالُ
لِصَاحِبِ الْقُرْآنِ اقْرَأْ وَارْقَ وَرَتِّلْ كَمَا كُنْتَ تُرَتِّلُ فِي
الدُّنْيَا فَإِنَّ مَنْزِلَتَكَ عِنْدَ آخِرِ آيَةٍ تَقْرَؤُهَا
“Akan dikatakan kepada ahli Quran, ‘Bacalah! Dan naiklah! Serta
bacalah dengan tartil sebagaimana engkau membacanya dengan tartil sewaktu di
dunia, karena sesungguhnya kedudukanmu ada di akhir ayat yang kamu baca,” [HR
Ahmad].
Al-Mundziri, dalam kitab At-Targhib wa At-Tarhib, mengatakan bahwa
surga memiliki 30 tingkatan, dengan level kenikmatan dan fasilitas yang
berbeda-beda di tiap tingkatannya. Seseorang akan menempati tingkatan surganya
tergantung kebiasaannya membaca Quran ketika di dunia. Artinya, jika seseorang
di dunia terbiasa mengkhatamkan Quran 30 juz, maka kelak ia akan menempati
surga dengan tingkatan tertinggi, yakni di tingkat ke-30.
Begitu pun jika seseorang membaca Quran hanya sampai pada juz
ke-10 dan seumur hidupnya belum pernah membaca sampai tamat, maka kelak - jika
ia diputuskan oleh Allah untuk menjadi penghuni surga - surganya pun hanya
sampai di tingkat yang ke-10.
Ada pula penjelasan dari ulama lain dari kalangan salaf yang
mengatakan bahwa yang dimaksud di dalam hadist tersebut bukanlah sekedar bacaan
Quran, tetapi hafalannya. Meski demikian, ada satu kesamaan di dalam dua
penjelasan tersebut, yakni motivasi untuk senantiasa dekat dengan Al-Quran,
dorongan untuk mencintai Quran.
Sayang seribu sayang, banyak di antara kita para orang tua yang
kesulitan untuk bisa istiqamah memperbanyak jumlah bacaan Quran, apalagi
meningkatkan nominal hafalannya. Sering kita temui banyak pemuda yang bisa
"ngebut" dalam membaca, dengan tetap berada di dalam koridor tajwid
dan tahsin, tetapi tidak dengan orang tua. Syaraf motorik mereka sudah tidak
bisa gesit seperti pemuda seumuran kita, hingga wajar jika dalam setahun
mungkin mereka baru selesai membaca Quran sebanyak 30 juz.
Meski demikian, tidak tertutup peluang bagi para orang tua yang
kurang lancar dalam membaca Quran - bahkan untuk yang tidak bisa sekali pun -
untuk menempati surga di tingkat ke-30 itu.
Bagaimana bisa? Kaidah pokoknya mudah, yakni dengan mengelola aset
kita tersebut, anak-anak kita itu, dengan menerapkan kaidah Prophetic Parenting
(Seni menjadi orang tua dengan mengikuti metode kenabian) seperti berikut:
إِذَا
مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ إِلَّا مِنْ
صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَه
“Jika salah seorang manusia meninggal dunia, maka terputuslah
segala amalannya kecuali tiga perkara; sedekah jariah, ilmu yang bermanfaat,
dan anak saleh yang mendoakannya,” [HR Muslim].
Punya harta? Sedekahkan secara jariah untuk membiayai pendidikan
mereka di pondok-pondok tahfiz nan Islami. Punya ilmu Quran? Transferkan kepada
mereka. Punya anak? Ajari ia ilmu dan adab, persis seperti petuah Ali bin Abi
Thalib Radhiyallahuanhu ketika menjelaskan QS At-Tahrim: 06.
Satu lagi yang perlu diingat, banyak dari kita para orang tua yang
tidak seberuntung mereka memiliki satu atau semua kompetensi di atas; harta,
ilmu dan keturunan, tapi peluang itu pun masih tetap terbuka:
مَنْ دَلَّ عَلَى خَيْرٍ
فَلَهُ مِثْلُ أَجْرِ فَاعِلِه
“Barangsiapa dapat menunjuki seseorang pada suatu jalan kebaikan,
maka baginya pahala yang sama seperti orang yang melakukannya,” [HR Muslim].
Artinya, peluang untuk menerapkan kaidah "دل على خير"
(menunjukkan pada jalan aikan) terbuka begitu lebar. Kita masih bisa
berkontribusi dengan apa-apa yang kita punya dan kita bisa, baik dengan lisan
atau pun dengan perbuatan.
Mungkin inilah yang dimaksudkan oleh Rasulullah Shalallahu 'Alaihi
Wasallam dalam fragmen cerita yang tercatat rapi di dalam Musnad Ahmad seperti
berikut:
َإِنَّ
الْقُرْآنَ يَلْقَى صَاحِبَهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حِينَ يَنْشَقُّ عَنْهُ
قَبْرُهُ كَالرَّجُلِ الشَّاحِبِ فَيَقُولُ لَهُ هَلْ تَعْرِفُنِي
Pada hari kiamat, saat kubur seseorang terbelah, Al-Quran akan menemui
pemiliknya seperti orang kurus. Ia berkata, "Apa kau mengenaliku?"
فَيَقُولُ مَا أَعْرِفُك
Pemilik Al-Quran menjawab, "Aku tidak mengenalimu."
فَيَقُولُ
لَهُ هَلْ تَعْرِفُنِي
Ia berkata lagi, "Apa kau mengenaliku?"
فَيَقُولُ
مَا أَعْرِفُك
Pemilik Al Quran menjawab, "Aku tidak mengenalimu."
فَيَقُولُ
أَنَا صَاحِبُكَ الْقُرْآنُ الَّذِي أَظْمَأْتُكَ فِي الْهَوَاجِرِ وَأَسْهَرْتُ
لَيْلَكَ
Ia berkata, "Aku adalah temanmu, Al Quran, yang membuatmu haus di
tengah hari dan membuatmu begadang di malam hari."
وَإِنَّ
كُلَّ تَاجِرٍ مِنْ وَرَاءِ تِجَارَتِه وَإِنَّكَ الْيَوْمَ مِنْ وَرَاءِ كُلِّ تِجَارَة
Setiap pedagang berada di belakang dagangannya dan engkau hari ini berada di
belakang daganganmu.
فَيُعْطَى
الْمُلْكَ بِيَمِينِهِ وَالْخُلْدَ بِشِمَالِهِ وَيُوضَعُ عَلَى رَأْسِهِ تَاجُ
الْوَقَارِ وَيُكْسَى وَالِدَاهُ حُلَّتَيْنِ لَا يُقَوَّمُ لَهُمَا أَهْلُ
الدُّنْيَا
Kemudian, pemilik Al-Quran itu diberi kerajaan di tangan kanannya dan keabadian
di tangan kirinya. Di kepalanya dikenakan mutiara kemuliaan dan kedua orang
tuanya dikenakan dua hiasan yang tidak bisa dinilai oleh penduduk dunia.
فَيَقُولَانِ
بِمَ كُسِينَا هَذِه
Lalu, kedua orang tua si pemilik Al-Quran itu bertanya, "Kenapa aku
dikenakan perhiasan ini?"
فَيُقَالُ
بِأَخْذِ وَلَدِكُمَا الْقُرْآن
Dikatakan pada kedua orang tua si pemilik Al-Quran tadi, "Karena anak
kalian berdua mempelajari Al Quran."
ثُمَّ
يُقَالُ لَهُ اقْرَأْ وَاصْعَدْ فِي دَرَجَةِ الْجَنَّةِ وَغُرَفِهَا
Kemudian dikatakan pada pemilik Al-Quran tadi, "Bacalah! Dan naiklah ke
tingkat surga dan kamar-kamarnya."
فَهُوَ
فِي صُعُودٍ مَا دَامَ يَقْرَأُ هَذًّا كَانَ أَوْ تَرْتِيلًا
Maka si pemilik Al-Quran tadi terus menerus naik tingkatan surganya, selama ia
membaca Al-Quran, baik dengan cepat atau pun dengan tartil," [HR Ahmad
& Ad-Darimi, Syaikh Albani menyebutkannya dalam As Shohihah: 2829].
Subhanallah..! Maha Suci Allah yang Maha Adil. Anak yang dulu kita
biayai dalam menempuh studi di ma'had-ma'had Qurani, akan "membelikan
surga" bagi kita di akhirat dengan bacaan Qurannya, dengan hafalannya.
Anak yang dulu membonceng kita menuju majelis-majelis Quran dengan sepeda
onthel nan reot itu akan memboncengkan kita para orang tua menuju Jannah.
Inilah gambaran interaksi atau kerja sama yang apik antara orang
tua dan anak dalam perjalanan menuju satu keluarga di dunia dan di surga.
Persis seperti gambaran Allah Subhanahu Wa Ta'ala:
جَنّٰتُ عَدْنٍ
يَّدْخُلُوْنَهَا وَمَنْ صَلَحَ مِنْ اٰبَآٮِٕهِمْ وَاَزْوَاجِهِمْ
وَذُرِّيّٰتِهِمْ وَالْمَلٰٓٮِٕكَةُ يَدْخُلُوْنَ عَلَيْهِمْ مِّنْ كُلِّ
بَابٍۚ
"(yaitu) surga 'Adn yang mereka masuk ke dalamnya bersama-sama dengan
orang-orang yang saleh dari bapak-bapaknya, isteri-isterinya dan anak cucunya,
sedang malaikat-malaikat masuk ke tempat-tempat mereka dari semua pintu;"
[QS. Ar-Ra'd: 23].
سَلٰمٌ
عَلَيْكُمْ بِمَا صَبَرْتُمْ فَنِعْمَ عُقْبَى الدَّارِؕ
"(sambil mengucapkan): "Salamun 'alaikum bima
shabartum". Maka alangkah baiknya tempat kesudahan itu," [QS.
Ar-Ra'd: 24].
Semoga Allah menyatukan kita para orang tua dengan anak-anak kita
di dunia dan di surga. Aamiin..
Sukoharjo, 14 Juli 2015 (27 Ramadhan 1436 H)
Irfan Nugroho, S.Pd
Staf pengajar Bahasa Inggris di Pondok Pesantren Tahfizul Quran At-Taqwa
Nguter, Sukoharjo.