Sungguh, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam tidak pernah mendengar dan memperhatikan perkataan dan pembicaraan orang yang senang menyebarkan namimah.
Hal ini beliau lakukan karena beliau takut terpengaruh dengan perkataan tersebut hingga menimbulkan kemarahan pada diri beliau terhadap shahabatnya sendiri.
Maka dari itu, beliau senantiasa berpaling dari perkataan orang yang berkata buruk tersebut dan memutuskan hubungan silaturahmi dengan mereka.
Menyebarkan namimah akan mengeruhkan kebeningan hubungan jamaah dan mencerai-beraikan rasa ikatan cinta dan kasih sayang serta ukuhuwah islamiyah yang telah diperintahkan oleh Allah untuk menjaganya:
وَاعْتَصِمُوْا بِحَبْلِ اللّٰهِ جَمِيْعًا وَّلَا تَفَرَّقُوْا وَاذْكُرُوْا نِعْمَتَ اللّٰهِ عَلَيْكُمْ اِذْ كُنْتُمْ اَعْدَآءً فَاَ لَّفَ بَيْنَ قُلُوْبِكُمْ فَاَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهٖۤ اِخْوَانًا ۚ وَكُنْتُمْ عَلٰى شَفَا حُفْرَةٍ مِّنَ النَّارِ فَاَنْقَذَكُمْ مِّنْهَا ؕ كَذٰلِكَ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَـكُمْ اٰيٰتِهٖ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُوْنَ
"Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk."
[QS. Ali 'Imran: Ayat 103]
Beliau justru memberikannya nasehat dan mengarahkannya kepada etika yang agung.
Hal ini persis seperti yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Tirmidzi dari Ibnu Mas’ud,
"Janganlah salah seorang memberitahukan kepadaku tentang keburukan shahabatku, sebab aku sangat suka jika aku keluar menemui kalian dengan "salamatush shadr" (hati yang bersih)."
Maksudnya adalah Rasul tidak memiliki rasa dengki, hasad, iri, marah, murka dan benci kepada salah seorang shahabat beliau.
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam berupaya agar hatinya diliputi oleh rasa cinta, kasih sayang dan solidaritas.
Itulah bentuk kasih sayang yang telah dianugrahkan oleh Allah Yang Maha Pengasih kepada Nabi Muhammad. Allah Ta’ala berfirman:
فَبِمَا رَحْمَةٍ مِّنَ اللّٰهِ لِنْتَ لَهُمْۚ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيْظَ الْقَلْبِ لَانْفَضُّوْا مِنْ حَوْلِكَ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِى الْاَمْرِۚ فَاِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللّٰهِؕ اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِيْنَ
"Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya."
[QS. Ali 'Imran: Ayat 159]
Marilah kita bersama mengamalkan kebenaran yang nyata ini, mengamalkan petunjuk serta arahan yang agung ini, yang mendorong kita untuk membersihkan diri dari sifat gemar menyebarkan isu, namimah, menggunjing orang lain, dan dengki. Wallahu'alam bish shawwab.
Sumber:
Kitab سلامة القلب karya Muhammad bin Abdullah bin Mu’aidzir.