~Nasihat Salafush Shalih tentang Niat dan Ikhlas~
Seorang hamba diperintahkan untuk menurnikan niat, tujuan, tendensi segala amalnya hanya tertuju kepada Allah semata. Inilah esensi tauhid yang lurus, yang terbebas dari segala bentuk kesyirikan, penyekutuan atau penyetaraan Allah dengan ciptaanNya.
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
"Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus," [QS. Al-Bayyinah: 5].
Berikut adalah kumpulan nasihat generasi terbaik umat ini, generasi pendahulu yang saleh, tentang makna ikhlas di dalam niat.
Fudhail bin Iyadh berkata:
"Meninggalkan suatu amal karena manusia adalah riya', dan beramal karena manusia adalah syirik, sedangkan ikhlas adalah Allah menyelamatkanmu dari keduanya," [dalam Al-Kabair].
Abdullah bin Mubarrak Rahimahullah berkata:
"Betapa banyak amalab kecil menjadi besar pahalanya karena niat, dan berapa banyak pula amalan besar menjadi kecil karena niat," [dalam Jamiul Ulum Wal Hikam].
Rabi' bin Khutsain Rahimahullah berkata:
"Segala sesuatu yang dilakukan tidak untuk mencari keridhaan Allah niscaya akan sia-sia," [dalam Aifatush Shafwah].
Ibnu Qayyim Rahimahullah berkata:
"Amal yang dilakukan tanpa keikhlasan dan meneladani Rasulullah bagaikan seorang musafir yang memenuhi kantongnya dengan pasir. Pasir itu memberatkan dirinya dan tidak memberi manfaat apa-apa bagi dirinya," [dalam Al-Fawāid].
Ibnu Qayyim Rahimahullah berkata:
"Orang yang ikhlas adalah siapa saja yang menyembunyikan segala kebaikannya seperti ia menyembunyikan segala kesalahannya," [dalam Tazkiyatun Nafs].
Mutharif Rahimahullah berkata:
"Kebaikan hati bergantung kepada kebaikan amal, dan kebaikan amal bergantung kepada kebaikan niat," [dalam Az-Zuhd].
Malik bin Dinar Rahimahullah berkata:
"Niat seorang mukmin lebih cepat sampai daripada amalnya," [dalam Az-Zuhd].
Uwais Al-Qarni Rahimahullah berkata:
"Kamu tidak akan pernah mampu mengobati sesuatu yang lebih berat daripada mengobati hati dan niat. Adakalanya hati sudah bersamamu, tetapi niat telah lebih dulu berpaling jauh. Adakalanya hatimu berpaling darimu, tetapi niat datang menghampiri. Jangan melihat pada kecilnya dosa, tetapi lihatlah kepada agungnya Zat yang kamu maksiati," [dalam Sifhatush Shafwah].
Sumber:
Jawahirul Mukhtar, disusun oleh Tim Kitabah Dhiyaul Ilmi, terbitan Pustaka Arafah.