Pertanyaan:
Anak saya yang wanita berzina dan sekarang dia hamil dengan seorang muslim yang merupakan kakak
tirinya sendiri. Saya memakai fatwa Lajnah Daimah Arab Saudi yang menyatakan
bahwa mereka tidak boleh menikah sampai si jabang bayi dilahirkan.
Ayah tiri
dari anak putri saya berkata bahwa Syeikh Utsaimin berpendapat bahwa boleh
hukumnya untuk menikahi (wanita hamil karena zina) sebelum si jabang bayi
dilahirkan.
Dapatkah Anda
menjawab pertanyaan ini dan menunjukkan bukti-bukti kepada saya dari Syeikh
Utsaimin bahwa boleh hukumnya menikahi (wanita hamil karena zina) sebelum si
jabang bayi dilahirkan.
Jika Anda
pendapat lain, haruskah saya menikahkannya sekarang sebelum si jabang bayi
lahir, ataukah saya harus berpegang pada pendapat pertama saya dan tidak
mengijinkan mereka menikah sampai si jabang bayi lahir?
Jawaban oleh
Tim Fatwa IslamWeb, diketuai oleh Syeikh Abdullah Faqih Asy-Syinqiti
Segala puji
hanya bagi Allah, Raab semesta alam. Saya bersaksi bahwa tiada Illah yang hak
untuk diibadahi kecuali Allah, dan bahwa Muhammad adalah hamba dan utusanNya.
Para fuqaha di
zaman dahulu berbeda pendapat tentang hal ini. Ulama Maliki, Hambali dan Abu Yusuf
dari Mahzab Hanafi berkata:
“Tidak boleh
menikahinya (wanita hamil karena zina) sebelum wanita itu melahirkan si jabang
bayi, sebagaimana sabda Nabi ﷺ,
لَا
تُوطَأُ حَامِلٌ حَتَّى تَضَعَ وَلَا غَيْرُ ذَاتِ حَمْلٍ حَتَّى تَحِيضَ حَيْضَةً
“Wanita
hamil tidak boleh digauli hingga melahirkan, dan tidak pula wanita yang tidak
hamil hingga mengalami satu kali haid” (HR Abu Dawud: 2157 dan
Al-Hakim. Al-Hakim: Sahih. Al-Albani: Sahih).
Selain itu, Said
bin Al-Musayyib Rahimahullah meriwayatkan bahwa seorang pria menikahi seorang
wanita dan ketika pria tersebut berhubungan intim dengan si wanita tadi, pria ini
mendapati bahwa wanita itu ternyata sedang hamil. Akhirnya, ia mengadukan kasus
tersebut kepada Rasulullah ﷺ lalu beliau ﷺ
memisahkan keduanya.
Di lain pihak,
ulama Syafiiyah dan Hanafiyah berpendapat bahwa boleh hukumnya menikahi wanita
yang hamil karena zina, karena sperma hasil hubungan zina bukanlah penentu.
Dalil mereka adalah bahwa nasab suatu keluarga itu tidak didasarkan pada sperma
seseorang, sebagaimana sabda Rasulullah ﷺ,
الْوَلَدُ
لِلْفِرَاشِ وَلِلْعَاهِرِ الْحَجَرُ
“Anak itu
dinisbatkan kepada pemilik dari suatu ranjang (suami sah), dan batu (rajam) itu
untuk mereka yang berbuat zina,” (HR Bukhari dan Muslim).
Kami tidak
mendapati sama sekali pendapat dari Syeikh Ibnu Utsaimin Rahimahullah yang
mengindikasikan bahwa pria yang berzina boleh menikahi wanita yang berzina sebelum
dipastikan bahwa si wanita itu tidak sedang hamil.
Sebaliknya, di
dalam Syarah Al-Mumti beliau berkata:
“Kalimat si
pengarang mengindikasikan bahwa tidak boleh seorang pria yang berzina atau
siapa pun itu untuk menikahi wanita tersebut selama si wanita itu sedang di
masa menunggu (dari zina), meskipun si wanita itu telah bertaubat. Inilah
pendapat yang dipakai oleh mayoritas ulama. Hal ini karena anak hasil perzinaan
tidaklah dinisbatkan kepada pria yang menzinai ibunya, baik si anak itu meminta
hal tersebut ataupun tidak.”
Sehingga, beliau
(Syeikh Ibnu Utsaimin) tidak menyebutkan hal-hal yang berlawanan dengan
pendapat beliau sendiri seperti tertera di atas.
Berdasarkan hal
ini, pendapat yang melarang menikahi wanita yang hamil karena zina memiliki
hujjah yang lebih kuat dan lebih selamat. Jadi, pendapat kami adalah bahwa Anda
hendaknya tetap keukeuh untuk tidak menikahkannya sampai putri Anda tersebut
melahirkan si jabang bayi.
Akhirnya, mohon
dicatat bahwa wajib hukumnya untuk menghindari berbagai penyebab yang
menggiring pada perbuatan zina. Salah satu penyebab tersebut adalah pria yang
memasuki kawasan wanita tanpa memerhatikan rambu-rambu Islam seperti sutrah
(pembatas), hijab, atau bercampur baur (antara laki-laki dan perempuan) dan
semisalnya.
Sumber:
http://www.islamweb.net/emainpage/index.php?page=showfatwa&Option=FatwaId&Id=213442
Penerjemah:
Abu Muhammad Al-Irfani
Staf pengajar di Pondok Pesantren Tahfidzul
Quran At-Taqwa Sukoharjo