"Di masa kecilku, ayah sering membentakku, biasa menghinaku di hadapan kerabat dan sahabat-sahabatku, selalu menyebut-nyebut kesuksesan orang lain di hadapanku. Dia selalu mencari-cari kesempatan untuk merendahkanku. Dia menganggapku orang yang lemah. Sebagaimana seringnya ayah menghinaku, aku pun semakin keras kepala. Aku kehilangan semangat belajarku. Aku telah membangun sebuah kompleks rendah diri. Aku mulai melalaikan pekerjaanku. Aku tak ingin menerima tanggungjawab apapun. Kepribadianku telah terlukai oleh omelan ayahku. Sekarang, aku adalah orang yang malas dan senang menyendiri," kenang seorang pemuda akan masa lalunya.
Kebanyakan orangtua menganggap sepele hal di atas. Namun, tanpa sadar dari hal-hal yang sepele tersebut, merupakan titik awal dari apa yang disebut dengan kenakalan remaja. Walau bukan satu-satunya faktor, tetapi inilah kenyataan yang ada di tengah-tengah kita. Karena faktanya banyak orangtua yang memiliki paradigma pendidikan yang salah terhadap anak-anak mereka. Sekadar memberikan perintah tanpa adanya keteladanan, atau hanya sekadar doktrin untuk menjaga kewibawaan tanpa menghiraukan emosi kejiwaan sang anak. Akankah kita selalu menyalahkan anak-anak kita?
Memang, tak ada orangtua yang rela ketika melihat anaknya berperilaku buruk, bermoral rendah, atau bahkan menjadi sampah masyarakat. Namun, maukah orangtua dengan tulus hati mengakui kesalahannya dalam mendidik anak-anak mereka? Kemudian memperbaiki cara berinteraksi dengan anak-anak mereka untuk mengantarkan anak-anak kita sukses melewati masa-masa kritis mereka, masa-masa sulit mereka; masa-masa remaja.
➡Fase Remaja
Tak diragukan lagi bahwa fase remaja merupakan fase yang labil dan penuh kebimbangan, sehingga membutuhkan cara khusus dari orangtua dan pendidik dalam bergaul dengan mereka. Maka jika terjadi kesalahan, justru akan menimbulkan dampak yang merusak, karena remaja bukan lagi anak-anak. Bahkan, mereka memiliki potensi yang selalu berkembang.
Berawal dari potensi tersebut, mereka mampu menghasilkan kreativitas yang begitu banyak. Namun, terkadang mereka juga melakukan hal-hal yang tidak terpuji seperti memberontak terhadap orangtua, guru, ataupun pembina jika mendapat perlakuan yang tidak sesuai dengan keinginan mereka.
Fase remaja merupakan fase peralihan. Secara fisik mungkin mereka telah tumbuh besar layaknya orang dewasa, namun ketika kita ajak berpikir secara dewasa, maka mereka masih kekanak-kanakan.
Fase ini memiliki kekhususan dan keistimewaan tersendiri, sehingga menuntut orangtua untuk menggunakan metode-metode yang benar dan tepat dalam berinteraksi.
➡Diantara Kesalahan-Kesalahan dalam Mendidik Remaja:
1. Mengabaikan Pembinaan Keimanan Remaja.
Sungguh, anak adalah tanggungjawab besar yang dibebankan di atas pundak orangtua. Walaupun anak-anak telah belajar di sekolah atau di tempat-tempat pendidikan lainnya, tidak akan sempurna pendidikan mereka kecuali dalam asuhan (bimbingan) keluarga. Oleh karena itu, keluarga mempunyai peran penting dalam mengasuh dan menerapkan pembinaan keimanan bagi anak-anak karena keluarga adalah tiang masyarakat yang memiliki dasar kuat, yang akan menghadang propaganda jika para musuh Islam hendak merusaknya, dan mereka pasti melakukannya.
Pendidikan iman mencakup sejumlah hal sebagai berikut:
a. Pendidikan akidah
Hendaknya seorang anak belajar sejak kecil tentang akidah Islam, yang tentunya disesuaikan dengan fase umurnya. Sehingga dia mengetahui siapa Rabbnya, apa agamanya, dan siapa rasulnya, kemudian mempelajari surat-surat pendek dari Al-Qur'an Al-Karim, meyakini bahwa ada kehidupan setelah kematian, mengimani adanya surga dan neraka, adanya perhitungan amal serta hukumannya, dan lain sebagainya. Semua hal itu disampaikan dengan menyesuaikan kemampuan akal dan pertumbuhannya.
b. Pendidikan ibadah
Kemudian disempurnakan dengan membiasakan ibadah-ibadah sejak kecil. Seyogyanya memerintahkan anak shalat lima waktu ketika sudah berumur tujuh tahun, memukulnya ketika berumur sepuluh tahun jika tidak mau mengerjakannya, dan memisahkan tempat tidurnya. Sehingga tempat tidur anak laki-laki terpisah dengan tempat tidur anak perempuan. Jika memungkinkan, alangkah baiknya jika anak laki-laki dan anak perempuan memiliki kamar sendiri-sendiri.
Hendaknya pula, membiasakan anak-anak untuk berpuasa, sehingga ketika besar sangat mudah sekali melaksanakannya. Dianjurkan juga untuk mengajarkan kepada mereka tentang peperangan yang dilakukan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Sa'ad radhiyallahu 'anhu berkata, "Kami mengajari anak-anak kami tentang peperangan yang dilakukan Rasulullah sebagaimana kami mengajari mereka surat dari Al-Qur'an Al-Karim.
Serta mengajarkan kepada mereka tentang pahlawan-pahlawan Islam seperti Khalid bin Walid radhiyallahu 'anhu, Sa'ad bin Abi WAqqash radhiyallahu 'anhu, Abu 'Ubaidah bin Jarrah radhiyallahu 'anhu, Shalahuddin Al-Ayyubi rahimahullah, Saifuddin Qutuz rahimahullah, dan pahlawan-pahlawan Islam lainnya.
c. Pendidikan akhlak
"Sesungguhnya yang ditinggalkan umat adalah akhlak. Jika akhlaknya telah hilang, hilanglah harga dirinya."
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,
"Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan kemuliaan akhlak." (HR. Al-Baihaqi)
Ya, pada hakikatnya akhlak yang kokoh merupakan pondasi Islam, dan dilaksanakannya ibadah adalah untuk mencapai tujuan yang agung, yaitu mewujudkan akhlak yang mulia.
Maka diwajibkan kepada para orangtua untuk menanamkan dasar-dasar akhlak yang utama kepada anak sejak kecil. Mengajari kejujuran, amanah, dermawan, berani, menepati janji, kasih sayang, adil, berbuat baik, berbakti kepada orangtua, bersyukur kepada Allah, dan lain sebagainya.
2. Terlalu Memanjakan Remaja
Sebagai contoh adalah para orangtua yang memberikan kebebasan mutlak kepada anak remajanya, tidak bertanya dari mana ketika masuk rumah dan ke mana ketika keluar rumah, bertanya tentang teman-temannya, selalu memenuhi keinginan dan tuntutan-tuntutan anak remajanyameskipun hal itu membebani dan berlebih-lebihan.
Orangtua yang berinteraksi terhadap anak remajanya dengan cara seperti ini, justru akan merusak generasi remaja, menjadikannya anak manja yang tidak mampu untuk mengemban tanggungjawab di kemudian hari karena selalu menyandarkan diri kepada orangtuanya.
Setiap orangtua harus memahami bahwa menghindari tindakan keras bukan berarti memanjakannya atau memberikan kebebasan yang berlebihan terhadap anak-anaknya, tetapi seimbang dalam mendidiknya. Tegurlah ketika anak melakukan kesalahan, "Nak, kamu salah...," atau jika terlambat pulang dari waktu yang telah ditentukan maka katakan kepadanya, "Mengapa kamu terlambat pulang? Besok, jangan kamu ulangi lagi... " dan begitulah seharusnya.
Jika seorang remaja meminta sesuatu yang membebani orangtua, sehingga tidak mampu mewujudkannya, maka tolaklah permintaannya tersebut dan jangan sekali-kali dituruti karena hal itu di luar kemampuan orangtua.
Permasalahan lain yang timbul dari sifat manja adalah tidak adanya kematangan emosi, yang akan menghantarkan terjadinya berbagai guncangan jiwa ketika dalam suatu keadaan mendapatkan kondisi-kondisi sulit dan tidak mampu menghadapinya. Perkara ini sangat berbahaya sekali. Hendaknya para orangtua memperhatikan anak remajanya yang mereka sangka telah dapat membahagiakannya ketika memanjakan mereka dan memenuhi segala keinginannya.
3. Selalu Mengomentari Kesalahan Mereka
Selalu berkomentar atas kesalahan-kesalahan yang diperbuat anak remaja, akan menimbulkan kebingungan pada dirinya, merasa bahwa setiap perbuatannya akan disalahkan, sehingga hilanglah ke-pede-annya. Padahal dalam fase ini, kepercayaan diri menjadi sesuatu yang sangat penting bagi remaja. Jika telah hilang, maka akan tumbuh benih-benih kegagalan dalam dirinya.
Jika kita selalu mengomentari dan mengomeli setiap kesalahan -baik kesalahan besar maupun kecil- akan membuat mereka merasa minder dan pesimis. Bahkan, mereka merasa telah terbiasa dengan omelan kita, sehingga acuh tak acuh, kemudian menjadi kebiasaan. Ketika kita mengoreksi kesalahan yang besar dan fatal akibatnya, mereka tak menghiraukan. Maka sebaiknya kita mengoreksi dan mengomentari setiap kesalahan yang pokok saja.
4. Tidak Adanya Keteladanan dalam Perbuatan
Terkadang seorang ayah berkata kepada anaknya, "Wahai anakku, janganlah berbohong, karena berbohong adalah awal dari kehancuran, dan orang yang berbohong tempatnya di neraka."
Kadang perkataan seperti ini telah membuat anak tunduk. Akan tetapi perkataan seperti ini akan pergi bersama hembusan angin jika seorang anak mendapati ayahnya melakukan satu kebohongan.
Begitu juga dengan seorang ayah yang merokok. Maka bagaimana bisa dia melarang anaknya untuk tidak merokok?! Meskipun sang ayah menyampaikan tentang bahaya rokok, meskipun dia telah mengingatkan tentangnya, meskipun dia telah memberikan alasan yang melemahkan tentang tidak adanya kemampuan menghindarkan diri darinya, maka sekali-kali perkara ini tidak akan membuat anak tunduk untuk tidak melakukannya.
Sesungguhnya sejelek-jelek pendidikan yang salah adalah perkataanmu yang menyelisihi perbuatanmu, sehingga orang yang kamu didik akan hilang kepercayaan terhadap apa-apa yang kamu katakan. Allah berfirman,
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لِمَ تَقُولُونَ مَا لَا تَفْعَلُونَ ﴿٢﴾ كَبُرَ مَقْتًا عِندَ ٱللَّهِ أَن تَقُولُوا۟ مَا لَا تَفْعَلُونَ ﴿٣﴾
"Wahai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan?" Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan." [QS. Ash-Shaff (61) :2 - 3]Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,
كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ.....
"Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang dipimpinnya..." (Muttafaqun 'Alaih)
Ini adalah tanggungjawab yang sangat besar, yang harus dipikul oleh kedua orangtua dalam memberikan pendidikan yang baik, memberikan teladan yang baik bagi anak-anak mereka dalam amal shalih, dan menjauhkan mereka dari keburukan dengan segala macam bentuknya.* (Najih)
*Sumber: Sukses Melewati Masa Sulit, 'Adil Fathi Abdullah. 2009. Solo: Samudera