Oleh Ust Uwais Abdullah, Lc
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
يٰۤـاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اجْتَنِبُوْا كَثِيْرًا مِّنَ الظَّنِّ ۖ اِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ اِثْمٌ وَّلَا تَجَسَّسُوْا وَلَا يَغْتَبْ بَّعْضُكُمْ بَعْضًا ؕ اَ يُحِبُّ اَحَدُكُمْ اَنْ يَّأْكُلَ لَحْمَ اَخِيْهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوْهُ ؕ وَاتَّقُوا اللّٰهَ ؕ اِنَّ اللّٰهَ تَوَّابٌ رَّحِيْمٌ
Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa, dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain, dan janganlah ada di antara kamu yang menggunjing sebagian yang lain. Apakah ada di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu merasa jijik. Dan bertakwalah kepada Allah, sungguh Allah Maha Penerima Tobat, Maha Penyayang,” [QS. Al-Hujurat: 12]
TENTANG FIRMAN ALLAH:
يٰۤـاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اجْتَنِبُوْا كَثِيْرًا مِّنَ الظَّن
Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah kebanyakan dari prasangka,
Rasulullah bersabda:
إِيَّاكُمْ وَالظَّنَّ فَإِنَّ الظَّنَّ أَكْذَبُ الْحَدِيثِ، وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا تَحَسَّسُوا، وَلَا تَنَافَسُوا، وَلَا تَحَاسَدُوا، وَلَا تَبَاغَضُوا، وَلَا تَدَابَرُوا، وَكُونُوا عِبَادَ اللَّهِ إِخْوَانًا".
“Janganlah kamu mempunyai prasangka buruk, karena sesungguhnya prasangka yang buruk itu adalah berita yang paling dusta; janganlah kamu saling memata-matai, janganlah kamu saling mencari-cari kesalahan, janganlah kamu saling menjatuhkan, janganlah kamu saling mendengki, janganlah kamu saling membenci dan janganlah kamu saling berbuat makar, tetapi jadilah kamu sekalian hamba-hamba Allah yang bersaudara,” [HR Ibnu Majah]
Makna dzan adalah tuduhan atau menuduh. Larangan di sini adalah larangan menuduh yang tidak didasari sebab atau dalil atau bukti yang jelas, seperti menuduh orang melakukan perbuatan keji atau menuduh orang meminum khamar.
TENTANG FIRMAN ALLAH:
اِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ اِثْم
sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa,
Ayat ini mengandung makna bahwa tidak semua dzan atau prasangka adalah dilarang atau mengandung dosa, karena ayatnya berbunyi kebanyakan prasangka. Prasangka sendiri ada dua macam:
1. Prasangka yang sisi kebenarannya lebih kuat
2. Prasangka yang sisi benar dan salahnya mungkin sama atau malah lebih sedikit kebenarannya.
Tapi juga harus dipahami perbedaan antara hati-hati atau waspada dengan prasangka. Misal saat ini sedang viral kasus penculikan anak. Lalu apakah tepat apabila kita melihat orang yang mencurigakan menghampiri anak kita lalu kita berhusnuzhon? Tidak. Maka dalam hal ini yang tepat adalah sikap hati-hati atau waspada.
TENTANG FIRMAN ALLAH:
وَّلَا تَجَسَّسُوْا
Janganlah kalian saling memata-matai,
Imam Hasan Al-Bashri membaca ayat ini dengan Wa laa tahassasu. Lafaz tajassus pada galibnya (umumnya) menunjukkan pengertian negatif (buruk), karena itulah mata-mata dalam bahasa Arabnya disebut jaras. Adapun mengenai lafaz tahassus pada umumnya ditujukan terhadap kebaikan, (Ibnu Katsir).
TENTANG FIRMAN ALLAH:
وَلَا يَغْتَبْ بَّعْضُكُمْ بَعْضًا
“Janganlah sebagian dari kalian meng-ghibah sebagian yang lain,”
Ghibah adalah membicarakan sesuatu yang memang dilakukan, tetapi kalau diketahui oleh orang yang dighibah, maka orang tersebut tidak menyukainya. Dan ini juga dilarang.
Rasulullah bersabda:
ذِكْرُكَ أَخَاكَ بِمَا يَكْرَهُ". قِيلَ: أَفَرَأَيْتَ إِنْ كَانَ فِي أَخِي مَا أَقُولُ؟ قَالَ: "إِنْ كَانَ فِيهِ مَا تَقُولُ فَقَدِ اغْتَبْتَهُ، وَإِنْ لَمْ يَكُنْ فِيهِ مَا تَقُولُ فَقَدْ بَهَتَّهُ".
“Kamu gunjingkan saudaramu dengan hal-hal yang tidak disukainya. Lalu ditanyakan, "Bagaimanakah jika apa yang dipergunjingkan itu ada padanya?" Rasulullah Saw. menjawab: Jika apa yang kamu pergunjingkan itu ada padanya, berarti kamu telah mengumpatnya; dan jika apa yang kamu pergunjingkan itu tidak ada padanya, berarti kamu telah menghasutnya," [HR Tirmidzi]
Tiga Macam Ghibah di dalam Quran
Al-mawardi menyebutkan didalam tafsirnya bahwasanya al-hasan berkata ghibah ada tiga macam semuanya ada dalam al-qur’an:
1.Datang dengan istilah ghibah yaitu: menyebutkan sesuatu yang ada pada diri saudara anda.
2.Al-ifki yaitu: menyebutkan kepadanya sesuatu yang datang kepada anda tentang dia
3.Al-buhtan yaitu: mengatakan sesuatu yang tidak ada dalam diri saudara anda.
TENTANG FIRMAN ALLAH:
{أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ}
“Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya,”
Kenapa diibaratkan memakan daging saudaranya yang sudah mati? Karena orang yang mati tidak tahu kalau dagingnya ada yang memakan. Dan orang yang dighibah memang tidak tahu kalau ada orang lain yang meng-ghibah dirinya.
Taubat dari Ghibah
Tidak diragukan lagi bahwa ghibah adalah dosa besar. Orang yang melakukan ghibah harus bertaubat kepada Allah dengan tiga cara:
1. Ada yang berpendapat cukup dengan istighfar kepada Allah
2. Ada yg berpendapat tidak cukup dengan istighfar saja, tetapi harus meminta maaf kepada orang yang dighibah
3. Mengganti ghibahannya dengan memintakan ampunan bagi orang yg dighibah itu tadi, lalu memuji orang yang dulunya dia ghibah.
Termasuk ghibah adalah mengumumkan aib orang lain padahal orang lain itu sudah menutupi aibnya sendiri agar tidak diketahui orang lain.
Orang yang boleh dighibah
Imam Ibnu Abi Dunya meriwayatkan pendapat Ibrahim An Nakha`i (seorang tabi’in) yang berkata :
ثلاث لا يعدونه من الغيبة : الامام الجائر والمبتدع والفاسق المجاهر بفسقه
“Ada tiga perkara yang tidak dianggap ghibah oleh mereka (para shahabat), yaitu; imam yang zalim, orang yang berbuat bid’ah, dan orang fasik yang terang-terangan dengan perbuatan fasiknya.”
Al Hasan Al Bashri (seorang tabi’in) juga berkata :
ثلاث ليس لهم غيبة : صاحبهوىوالفاسق المعلن بالفسق والامام الجائر
”Ada tiga orang yang boleh ghibah padanya, yaitu; orang yang mengikuti hawa nafsu, orang fasik yang terang-terangan dengan kefasikannya, dan imam yang zalim.” (Ibnu Abi Dunya, Al Shumtu wa Adabul Lisan, hlm. 337 & 343).
Enam keadaan yang membuat ghibah jadi boleh
Dalam kitab Riyadhushsholihin karya Imam Abu Zakariya An-Nawawi atau yang dikenal Imam Nawawi, menjelaskan pengecualian ghibah dalam enam perkara:
1.Mengadukan kezaliman seseorang kepada hakim.
2. Untuk membantu menghilangkan kemungkaran. Seperti halnya orang yang berkata "Diharapkan bagi yang mempunyai kemampuan untuk melenyapkan kemungkaran ini. fulan telah berbuat demikian"
3. Meminta fatwa kepada mufti. Seperti ayah, saudara atau siapa yang telah menganiayanya kemudian meminta pendapat dan solusi dari seorang mufti. atau kasus yang lain yang berhubungan dengan ahkam syar'iyyah.
4. Memperingatkan muslimin dari kejelekannya. Di antaranya menyingkap aib para perawi yang bermasalah. Bahkan ini bisa wajib.
5.Seseorang melakukan kesyirikan, kemaksiatan, kefasikan atau bid'ah SECARA TERANG-TERANGAN, maka dibolehkan mengungkapnya.
6. Untuk mengenalnya. Karena mungkin julukan seperti Al-A'raj (pincang), Al-A'ma. Diharamkan jika hal itu dimaksudkan untuk merendahkan.
TENTANG FIRMAN ALLAH:
{وَاتَّقُوا اللَّهَ}
"Dan bertakwalah kepada Allah,"
dengan mengerjakan apa yang diperintahkan oleh Allah kepada kalian dan menjauhi apa yang dilarang oleh-Nya, maka merasalah diri kalian berada dalam pengawasan-Nya dan takutlah kalian kepada-Nya.
{إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَحِيمٌ}
"Sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang,"
Yakni Maha Penerima tobat terhadap orang yang mau bertobat kepada-Nya, lagi Maha Penyayang kepada orang yang kembali ke jalan-Nya dan percaya kepada-Nya.
Disampaikan pada Selasa, 11 April 2017
Masjid Besar Nguter, Sukoharjo
Bakda Isya sampai selesai