Oleh Uwais Abdullah*
Berawal dari
hadis iftiraqul ummah (perpecahan umat), muncullah banyak persepsi
dalam menyikapi berbagai kelompok yang ada di
tengah-tengah kaum muslimin. Di antara mereka ada yang
terkesan memaksakan kelompok tertentu sebagai satu-satunya komunitas yang
mendapat jaminan selamat di antara sekian kelompok yang ada. Kemudian, mereka berusaha untuk
menyematkan ancaman celaka dan neraka kepada komunitas yang
lainnya. Di sisi lain ada juga yang terlalu longgar dalam
memaknai hadis tersebut, sehingga menafikan adanya aliran sesat selagi masih menisbatkan
dirinya kepada islam meskipun hanya namanya saja.
Untuk
mendudukkan hadis tersebut ke dalam realita kehidupan dengan aneka ragam
kolompok yang ada, hendaknya kita menilai tidak hanya dari sudut pandang teks yang tertera
di dalam hadis
dan memaknainya sesuai dengan kehendak kita. Jika demikian adanya, yang dihasilkan hanyalah justifikasi terhap
persepsi yang kita simpulkan,
kemudian mencari dalil sebagai penguat. Hendaknya kita meneliti
secara jeli hadis tersebut serta mengidintifikasi pernyataan para ulama yang
menjelaskan tentang maksud dari
hadis tersebut.
Hadis yang
menyebutkan tentang iftiraqul ummah menjadi 73 golongan adalah sebagai
berikut:
أَلَا إِنَّ مَنْ قَبْلَكُمْ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ افْتَرَقُوا عَلَى ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِينَ مِلَّةً وَإِنَّ هَذِهِ الْمِلَّةَ سَتَفْتَرِقُ عَلَى ثَلَاثٍ وَسَبْعِينَ ثِنْتَانِ وَسَبْعُونَ فِي النَّارِ وَوَاحِدَةٌ فِي الْجَنَّةِ وَهِيَ الْجَمَاعَة
"Ketahuilah! Sesungguhnya orang-orang sebelum kalian dari kalangan ahlu kitab berpecah belah menjadi tujuh puluh dua golongan, dan umatku akan berpecah menjadi tujuh puluh tiga golongan; tujuh puluh dua golongan masuk neraka dan satu golongan masuk surga, yaitu Al Jama'ah," [HR Abu Dawud: 4597. Al-Albani: Hasan].
Hadis ini atau
yang semakna
dengannya juga terdapat di beberapa kitab hadis; di antaranya di dalam Sunan Ibnu Majah, Sunan abi Dawud, Musnad Ahmad, Sunan ad-Darimiy, As-Syariah milik Al-Ajuriy.
Hadis ini
merupakan pengabaran dari Rasulullah ﷺ
tentang perpecahan yang akan terjadi di tubuh kaum muslimin. Penggunaan kata "ummah"
memancing perbincangan para ulama tentang maknanya. Apakah yang dimaksud adalah
ummatud da'wah (termasuk di dalamnya Yahudi dan Nasrani atau
yang lainnya) yang menjadi obyek dakwah Rasulullah ﷺ, atau yang dimaksud adalah ummatul ijabah (umat Islam secara khusus).
Imam As-Sindiy berkata,
"Yang dimaksud adalah ummatul
ijabah, yaitu ahlul qiblah. Karena istilah “umat” dinisbatkan kepada
beliau (Rasulullah ﷺ) yang
secara langsung dapat dipahami sebagai ummatul ijabah.”
Sedangkan ulama lainnya, Dr. Al-Buthiy, bependapat bahwa yang
dimaksud dengan “umat” adalah ummatud da'wah. Ini didasarkan pada argumentasi bahwa Rasulullah ﷺ menggunakan kata “umat” secara umum. Kalau saja yang dimaksud dengan “umat” adalah ummatul
ijabah, tentu beliau akan menggunakan isitlah "sataftariqul muslimin." Ini maknanya, yang dimaksud dengan “umat” adalah ummatu da'wah.
Kesimpulannya bahwa ummat yang di menjadi obyek dakwah Rasulullah akan terpecah
menjadi 73 agama. Dan jaminan bahwa yang selamat adalah hanya satu agama
maknanya adalah agam Islam,
dengan sekian sekte-sektenya.
Pendapat yang
rajih adalah sebagaimana yang diungkapkan oleh As-Sindiy dengan beberapa
alasan:
Pertama,
Bahwa di hadis yang lain Rasulullah ﷺ menejelaskan bahwa Yahudi dan Masrani terpecah menjadi 71 golongan dan kemudian Rasulullah ﷺ menjelaskan di waktu yang bersamaan bahwa umatnya akan terpecah
menjadi 73 golongan.
Ini maknanya, yang dimaksud dengan “umat”
di hadis tersebut adalah ummatul ijabah yaitu umat Islam.
Kedua,
Bahwa hadis tersebut adalah sebagi bentuk pengabaran terhadap
kejadian yang akan datang. Sedangkan perpecahan yang terjadi pada ummatud
dakwah seperti Yahudi dan Nasrani sudah terjadi di masa Rasulullah ﷺ. Dengan demikian, yang lebih tepat untuk memaknai “umat” di dalam hadis tersebut adalah ummatul
ijabah.
Adapun yang
dimaksud dengan perpecahan di
dalam hadis tersebut adalah perpecahan di dalam permasalahn yang
bersifat ushul dan i'tiqad, bukan dalam hal furu' (cabang) dan amaliah.
As-sindiy
berkata,
"Yang dimaksud adalah
perpecahan di dalam perkara ushul dan i'tiqad bukan dalam hal furu'
dan amaliah.
Karena dalam perkara furu',
Islam memberikan kelonggaran yang lebih
luas dan hal ini termasuk ke dalam ranah ijtihad para ulama. Sangat banyak kita dapatkan perbedaan
dalam hal furu' dan amaliah
di kalangan para ulama sedari
zaman Rasulullah ﷺ sampai sekarang.”
Di dalam Aunul
Ma'bud
Syarh Sunan Abi Dawud disebutkan bahwa tidaklah termasuk ke dalam firaq madzmumah itu mereka yang
berselisih dalam perkara cabang seperti
fikih dalam pembahasan halal dan haram, namum yang
dimaksud adalah mereka yang menyelisihi ahlulul haq dalam perkara ushul
tauhid.
Adapun makna “72 golongan di neraka” bukanlah sebuah
kepastian bahwa setiap personal dari mereka akan masuk ke dalam neraka dan kekal di
dalamnya, karena dari 72 golongan tersebut tidak semuanya
keluar dari lingkaran
Islam.
Al khattabiy
berkata,
"Ungkapan (akan terpecah umatku menjadi 73
golongan) di dalamnya
terdapat penjelasan
bahwa kelompok-kelompok ini tidaklah keluar dari lingkup Diin,
kerena Nabi ﷺ menyebutnya sebagai umat beliau. Meski demikian, ada di antara kaum
muslimin yang munafik yang menampakkan Islam dan menyembunyikan kekafiran. Atau di antara mereka yang
menisbatkan diri kepada Islam, tetapi praktik amal mereka
ternyata keluar dari lingkaran Islam.”
Jadi, setiap
personal dari 72 golongan tersebut tidak berarti masuk ke dalam neraka semuanya. Tetapi ungkapan tersebut adalah ancaman akan akidah-akidah mereka yang menyimpang, yang menjerumuskan mereka ke dalam neraka. Di antara mereka ada yang
kekal di dalam neraka dan ada juga yang tidak kekal sesuai dengan tingkat kebidahan yang mereka
lakukan, dan ada juga yang diampuni kesalahannya oleh Allah ﷻ.
Ini sebagaimana
pernyataan Ibnu
Taimiyah, "Sebagaimana kalau kita
mengatakan apa yang difirmankan oleh Allah ﷻ (Sesungguhnya orang-orang
yang memakan harta anak yatim dengan kezaliman, maka sesungguhnya mereka akan
memakan api di dalam perut mereka,
[QS. An-Nisa: 10]), maka tidak selayaknya
bagi seseorang untuk mengatakan terhadap orang lain secara takyin (personal)
bahwa orang tersebut berada di dalam neraka. Hal ini karena
bisa jadi ia diampuni oleh Allah ﷻ dengan kebaikan-kebaikannya
yang mengahapuskan kesalahannya. Atau dengan musibah yang mengikisnya, atau
Allah ﷻ sendiri yang mengampuninya atau kemungkinan yang lain.”
Lantas
pernyataan "wahidah fil jannah," apakah setiap personal dari firkah najiah tidak akan
masuk neraka?
Syaikh Utsaimin Rahimahullah menjawab
bahwa di antara mereka bisa jadi ada yang masuk neraka, tetapi tidaklah kekal di dalamnya. Beliau juga memberikan gambaran tentang hal ini bahwa
manusia terbagi menjadi empat kelompok:
1. Mubtadi Murni, yang tidak mengerjakan sunah sama sekali. Mereka ini kekal di neraka
tanpa dipungkiri lagi.
2. Mubtadi yang bercampur (dengan sunah). Mereka berhak masuk ke
dalam neraka dan tidak kekal di dalamnya.
3. Suni yang murni. Ia tidak berhak masuk ke dalam neraka, kalau pun ia masuk ke dalam neraka karena maksiat
yang ia perbuat, maka mereka tidaklah kekal di dalamnya.
4. Suni yang bercampur (dengan bidah). Mereka seperti firman Allah ﷻ,
"Dan (ada pula) orang-orang yang mengakui dosa-dosa mereka, mereka
mencampurbaurkan pekerjaan yang baik dengan pekerjaan lain yang buruk," (QS. At-Taubah: 102). Mereka ini berhak masuk ke
dalam neraka,
tetapi tidak kekal
di dalamnya.
Adapun kelompok
yang selamat adalah "jama'ah,”
atau dalam redaksi hadis riwayat Imam Tirmizi Rahimahullah disebutkan:
لَيَأْتِيَنَّ عَلَى أُمَّتِي مَا أَتَى عَلَى بَنِي إِسْرَائِيلَ حَذْوَ النَّعْلِ بِالنَّعْلِ حَتَّى إِنْ كَانَ مِنْهُمْ مَنْ أَتَى أُمَّهُ عَلاَنِيَةً لَكَانَ فِي أُمَّتِي مَنْ يَصْنَعُ ذَلِكَ وَإِنَّ بَنِي إِسْرَائِيلَ تَفَرَّقَتْ عَلَى ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِينَ مِلَّةً وَتَفْتَرِقُ أُمَّتِي عَلَى ثَلاَثٍ وَسَبْعِينَ مِلَّةً كُلُّهُمْ فِي النَّارِ إِلاَّ مِلَّةً وَاحِدَةً قَالُوا وَمَنْ هِيَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ مَا أَنَا عَلَيْهِ وَأَصْحَابِي
"Pasti akan datang kepada ummatku, sesuatu yang telah datang pada bani Israil seperti sejajarnya sandal dengan sandal, sehingga apabila di antara mereka (bani Israil) ada orang yang menggauli ibu kandungnya sendiri secara terang terangan maka pasti di antara ummatku ada yang melakukan demikian, sesungguhnya bani Israil terpecah menjadi tujuh puluh dua golongan dan ummatku akan terpecah menjadi tujuh puluh tiga golongan semuanya masuk ke dalam neraka kecuali satu golongan," Para sahabat bertanya, "Siapakah mereka wahai Rasulullah?" Beliau menjawab: "Mereka adalah golongan yang mana aku dan para sahabatku berpegang teguh padanya," [HR Tirmizi: 2641. At-Tirmizi: Hasan Gharib. Al-Albani: Hasan].
As-Sindiy
berkata,
"Ungkapan (al-jama'ah)
adalah mereka yang sesuai dengan jamaah
para sahabat,
serta mengambil akidah mereka dan berpegang teguh dengan
pola pikir mereka."
Di dalam Aunul Ma’bud disebutkan,
“(Al-jama'ah) adalah Ahlul
Quran dan Ahlul Hadis dan Ahlul Fikih dan Ahlul Ilmi, yang sejalan
dalam mengikuti jejak Nabi ﷺ di semua kondisi. Mereka tidak merusaknya dan tidak merubahnya, dan tidak pula menggantinya
dengan pemikiran-pemikiran yang rusak.”
Aplikasi Hadis Iftiraqul Ummah
Banyak persepsi
yang muncul dalam penerapan hadis iftiraqul ummah ini. Di antara mereka ada yang mencoba untuk menyematkan label 72 golongan
tersebut kepada kelompok-kelopok tertentu. Di sisi lain, mereka berusaha menggiring opini masyarakat bahwa
satu-satunya kelompok yang selamat adalah kelompok miliknya sendiri. Padahal, hadis tersebut sama
sekali tidak mendukung pernyataan mereka. Rasulullah ﷺ tidak mengkhususkan kelompok
yang selamat tersebut untuk golongan tertentu dan menafikan kelompok yang
lainnya.
Untuk mengukur
suatu kelompok atau personal apakah ia termasuk ke dalam golongan yang selamat atau kelompok yang
celaka hendaknya menggunakan timbangan Quran dan Sunah. Sedangkan Quran dan Sunah menyebutkan Al-Jamaah atau Ma Ana Alaihi wa Ashabiy sama sekali tidak mengkhususkan pada nama dari kelompok-kelompok
tertentu. Maknanya, siapa saja dari kaum muslimin yang terpenuhi padanya sifat kelompok
tersebut,
maka ia berhak untuk mendapatkan jaminannya, bukan lantas memaksakan berbagai
dalil untuk mengkhususkan
jaminan tersebut kepada komunitas tertentu dan menafikan komunitas yang lainnya.
Syaikhul Islam Ibnu Taymiyah
berkata tentang golongan yang selamat tersebut,
"Mereka
adalah yang berpegang teguh kepada
I
slam secara murni dan bersih dari penyimpangan. Mereka
adalah Ahlus Sunah
yang tercakup di dalamnya As-Shiddiqun, Asy-syuhada, Ash-Shalihun.
Dan termasuk pula di dala
mnya adalah
pembawa panji petunjuk, pelita di tengah kegelapan, dan orang-orang
yang mempunyai budi pekerti yang luhur dan keutamaannya
, dan juga para
imam yang
kaum muslimin bersepakat atas petunjuk dan
keilmuan mereka. Mereka adalah At-
Thaifah Al-Manshurah, yang disebutkan di
dalam hadis,
لَا يَزَالُ مِنْ أُمَّتِي أُمَّةٌ قَائِمَةٌ بِأَمْرِ اللَّهِ مَا يَضُرُّهُمْ مَنْ كَذَّبَهُمْ وَلَا مَنْ خَالَفَهُمْ حَتَّى يَأْتِيَ أَمْرُ اللَّهِ وَهُمْ عَلَى ذَلِكَ
“
Akan senantiasa ada dari umatku sebuah umat yang menegakkan perintah Allah, tidak membahayakan mereka orang yang mendustakan mereka, tidak pula yang menyelisihi mereka hingga keputusan Allah datang kepada mereka sedang mereka masih dalam keadaan seperti itu,” [
HR Bukhari].
Dengan demikian, kelompok yang selamat
atau Al-Firqatun Najiyah adalah kelompok yang tersebar
di kalangan seluruh kaum muslimin yang meniti jejak Rasul ﷺ dan para sahabatnya.
Sehingga, nampaklah kebatilan orang-orang yang menganggap bahwa hanya
orang-orang yang bergabung bersama kelompoknya saja yang berhak mendapat
julukan Al-Firqatun Najiah dan yang selainnya adalah kelompok yang celaka.
Fudhail bin
Iyadh berkata, "Seorang bertanya kepada Imam Malik,
‘Wahai
Abu
Abdullah, siapakah Ahlu Sunah itu?
Imam Malik menjawab, “Orang yang tidak memiliki laqob (julukan) yang diketahui. Tidak pula jahmiy (pengikut paham Jahmiah), tidak rafidi (penganut Syiah Rafidah), tidak qadariy (penganut paham Qadariah)."
Imam Nawawi
ketika menerangkan hadis Rasulullah ﷺ, “Akan senantisa ada segolongan dari umatku
yang mereka berada diatas kebenaran,”
beliau mengatakan,
“Hadis ini mengandung pengertian bahwa
kelompok tersebut terpencar di
semua komunitas kaum muslimin. Di antara mereka ada
para pemberani yang senantiasa berperang, dan di antara mereka ada ahli fikih, ada pula ahli hadis, ahli
zuhud, dan penyeru kepada yang makruf dan mencegah dari yang munkar. Dan
termasuk pula di dalamnya orang-orang selain mereka dan para ahli kebaikan.”
Abdul Akhir Hammad Al-Ghunaimiy, pen-tahzib
Syarah Aqidah Thahawiyah, ketika
menyebutkan hadis Rasulullah ﷺ yang
berbunyi, “Diin ini akan senantiasa tegak dan
berperang di atasnya segolongan dari kaum muslimin samapi datangnya hari kiamat,” berkata:
“Hal ini--wallahu a'lam--memberi penngertian bahwa para mujahidin di jalan Allah ﷻ adalah orang yang paling utama untuk masuk ke dalam kelompok tersebut.
Oleh karena itu, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata tentang pasukan Tar-Tar dan kewajiban
memeranginya,
‘Adapun sekelompok kaum muslimin yang berada di
syam, dan mesir dan yang selainnya, maka mereka pada saat ini merupakan orang
yang paling berhak untuk masuk dalam kategori At-Thaifah Al-Manshurah, seperti yang disebutkan oleh Rasulullah ﷺ:
“Akan senantiasa ada sekelompok dari umatku yang senantiasa
berada diatas
kebenaran dan tidak akan mampu memberikan kecalakaan kepada mereka orang yang
menghinakan mereka atau orang yang menyelisihi mereka sampai datangnya hari kiamat,” (Majmu Fatawa: 28/ 531).
*Pengasuh Pondok Pesantren Tahfidzul Quran At-Taqwa Nguter, Sukoharjo
Referensi:
Abu Dawud, Sulaiman bin Al-Asy As-Sajastani. 1419/1998. Sunan Abi Dawud.
-------: Darul Ibnu Hazm.
Ad-Darimi, Abu Muhammad Abdullah bin Abdurrahman bin Al-Fadhl.
1421/2000. Sunan Ad-Darimi. -------: Darul Mughni.
Ahmad bin Hambal, Abu Abdillah. 1419/1998. Musnad Ahmad. ------: Baitul
Afkar Ad-Dawliah.
Al-Abadiy, Muhammad Syamsul Adzim. 1399/1979. Aunul Ma’bud. -------: Daarul
Fikr
Al-Ajury, Abu Bakar bin Muhamamd bin Al-Husain. 1416/1996. Asy-Syariah.
-------: Muassah Qurtubah.
Al-Ashimiy, Abdurrahman bin Muhammad bin Qasim. 1418/1997. Majmu
Fataawa.
Al-Ghunaimi, Abdul Akhir. 1416/1995. Al-Minhah Al-Ilahiah fi Tahdzibi
Syarah Aqidah At-Thahawiah. --------: Daarus Sahabah.
Al-Khattabiy. 1351/1932. Maalimus Sunan. -------: Muhammad Raghib At-Tabbakh
An-Nawawi, Yahya bin Syaraf. 1421/2000. Syarah Sahih Muslim. --------:
Daarul Kutub Al-Ilmiah
As-Sindy, Abul Hasan Al-Hanafi. 1416/1996. Syarah Sunan Ibnu Majah.
--------: Darul Marifah
Fudhail bin
Iyadh. Madarikut
Tadrib Wataqribul Masalik. Maktabah Syamilah
http://muntada.islammessage.com
http://www.nokhbah.net
Ibnu Majah, Abu Abdillah Muhammad bin Yazid Ar-Rabii. 1420/1999. Sunan
Ibnu Majah. -----: Darus Salamah.