Oleh Mustofa Ali Gufron*
Islam mampu
mencapai puncak kejayaannya dan menguasai peradaban dunia selama lebih dari 700
tahun sebelum bangsa-bangsa Barat karena umat Islam pada waktu itu berpegang
teguh kepada Al-Quran. Tidak heran jika peradaban Islam menguasai dunia dan
berkembang dengan pesat.
Sementara kini, umat Islam mengalami
kemunduran. Sumber kemerosotan kaum muslimin yang paling jelas dan nyata adalah
karena mereka menjadi jauh dari sumber ajaran agamanya, Al-Quran. Itulah sumber
kemerosotan umat Islam yang pertama. Umat Islam kehilangan motivasi agama yang
di dalamnya terkandung semangat dan ruh sebagai tenaga pendorong menuju puncak
kejayaan peradaban.
Jauhnya umat
dari Al-Quran merupakan suatu masalah yang sangat besar, yang begitu
fundamental di dalam tubuh kaum muslimin. Rasulullah Shalallahu 'Alaihi
Wasallam bersabda:
إن الله يرفع بهذا الكتاب أقوامًا
ويضع به آخرين
“Sesungguhnya
Allah mengangkat beberapa kaum dengan Kitab (Al-Quran) ini dan menghinakan yang
lain dengannya pula,” (HR Muslim, 996).
Para musuh
Islam berusaha keras untuk menjauhkan kaum muslimin secara personal maupun
berjamaah dari sumber utama kekuatannya, Al-Quran. Hal ini telah diungkapkan di
dalam Al-Quran sendiri, yang menjelaskan salah satu cara musuh-musuh Islam
dalam memerangi kaum muslimin,
وَقَالَ ٱلَّذِينَ كَفَرُوا۟ لَا تَسْمَعُوا۟ لِهَٰذَا ٱلْقُرْءَانِ وَٱلْغَوْا۟
فِيهِ لَعَلَّكُمْ تَغْلِبُونَ
“Dan
orang-orang yang kafir berkata: "Janganlah kamu mendengar dengan
sungguh-sungguh akan Al Qur'an ini dan buatlah hiruk-pikuk terhadapnya, supaya
kamu dapat mengalahkan (mereka),” (QS Al-Fushilat: 26).
Kesibukan kita
terhadap Al-Quran kini diganti dengan sekedar menontot sinetron atau acara
televisi lainnya, bisa musik, konser musik dan bentuk perbuatan lain yang
melalaikan kita dari Al-Quran, yang sebenarnya di balik itu semua ada peran
orang-orang kafir dan munafik untuk mengalihkan kita dari Islam, dari petunjuk
Allah, Al-Quran Al-Karim.
Padahal, Nabi Shalallahu
'Alaihi Wasallam telah secara gamblang mewasiatkan agar kita senantiasa
berpegang teguh kepada kedua warisan beliau (Al-Quran dan Sunnah), karena
dengan inilah kita tidak akan tersesat dari jalan yang lurus.
Rasulullah Shalallahu
'Alaihi Wasallam bersabda,
تَرَكْتُ فِيكُمْ أَمْرَيْنِ لَنْ تَضِلُّوا مَا تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا كِتَابَ اللَّهِ وَسُنَّةَ نَبِيِّه
“Telah aku tinggalkan untuk kalian dua perkara yang
kalian tidak akan tersesat selama kalian berpegang teguh dengan keduanya,
Kitabullah dan Sunnah Nabi-Nya,” (HR Malik).
Semestinya
kedua perkara ini menjadi rujukan utama kaum muslimin, baik dalam urusan kecil
maupun besar, baik urusan pribadi maupun bermasyarakat. Keduanya merupakan
sumber kemuliaan dan kebanggaan kaum muslimin. Jika mereka akrab dengannya,
niscaya mereka akan menjadi mulia. Jika mereka jauh dari keduanya, niscaya
mereka akan dihinggapi kehinaan sebagaimana yang tampak dewasa ini.
Ada pun
bentuk-bentuk meninggalkan Al-Quran sebagaimana telah disebutkan oleh Ibnu
Qayyim Al-Jauziyah adalah sebagai berikut (setiap bentuknya memiliki perbedaan
kadar dari yang lainnya):
Pertama: tidak
mau mendengarkannya, mengimaninya dan memperhatikannya. Hal ini telah menyelisihi
perintah Allah Subhanahu Wa Ta'ala:
وَإِذَا قُرِئَ ٱلْقُرْءَانُ فَٱسْتَمِعُوا۟ لَهُۥ وَأَنصِتُوا۟ لَعَلَّكُمْ
تُرْحَمُونَ
“Dan apabila
dibacakan Al Qur'an, maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang
agar kamu mendapat rahmat,” (QS Al-A’raaf: 204).
Kedua, tidak
mau mengamalkannya dengan tidak memperhatikan apa yang telah dihalalkan dan apa
yang diharamkan, walaupun seseorang telah membacanya dan mengimaninya. Padahal,
dalam ayat yang disebutkan di atas, Al-Quran adalah petunjuk kepada jalan yang
lurus, yang bermakna bahwa menghindarkan diri dari mengamalkannya akan berujung
pada kesesatan yang benar-benar nyata.
Ketiga, tidak
mau berhukum dengan Al-Quran, baik dalam masalah aqidah maupun yang lainnya,
kemudian menganggap Al-Quran tidak memberi keyakinan dan lafaz-lafaz di
dalamnya tidak menghasilkan keilmuan di dalam dirinya.
Keempat, tidak
merenunginya, memahaminya, dan tidak berusaha untuk mengetahui Al-Quran.
Marilah kita
renungi kembali dan melihat kebenaran Al-Quran dengan penuh kejujuran. Sudahkan
kita menjadikan Al-Quran sebagai pedoman hidup, petunjuk jalan kebenaran,
tempat mengadu dan mencari solusi?
Marilah kita
sama-sama kembali kepada Al-Quran dengan mempelajarinya, memahaminya, dan tentu
saja mengamalkannya. Semoga Allah Subhanahu Wa Ta'ala menggerakkan hati kita,
memudahkan langkah kita dan umat Islam lainnya untuk kembali kepada Kitabullah
dan Sunnah Nabi-Nya sehingga menjadi umat yang baik sebagaimana firman Allah Subhanahu
Wa Ta'ala:
كُنتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِٱلْمَعْرُوفِ
وَتَنْهَوْنَ عَنِ ٱلْمُنكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِٱللَّهِ
“Kamu adalah
umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf,
dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah,” (QS Ali Imran: 110).
*Penulis saat ini (2015) masih berstatus sebagai santri kelas tiga Pondok Pesantren Tahfizul Quran At-Taqwa Nguter, Sukoharjo, Jawa Tengah.